Langsung ke konten utama

Sahabat dan Cinta

Mataku sembab dan kepalaku terasa berat. Masih membekas sisa tangisku tadi malam.
Kupaksakan diri untuk bangun, aku harus segera mandi dan segera berangkat. Hari ini ada pelajaran akuntansi. Pelajaran yang tak menggunankan ilmu hafalan ini sering membuatku pusing karena harus menghitung uang yang hanya ada dalam bayangan.
“kamu kenapa din?” tanya ayu heran melihat mataku yang sembab. Aku hanya diam dan menunduk. “maafkan aku yu yang belum bisa menceritakan semua ini padamu, aku masih butuh waktu untuk menenangkan hatiku yang hancur” gumamku dalam hati. Aku merasa sangat bersalah, tapi aku belum siap mengatakan apa yang terjadi.
Pagi ini aku berangkat terlalu pagi, keheningan masih terasa. Kulangkahkan kakiku menuju taman sekolah, duduk di bangku dekat mawar merah, kupandang mawar tersebut, indah namun banyak duri yang siap melukai.
“ini hati bukan batu” jelas sekali kata itu terdengar di telingaku, kata yang tak pernah aku duga sebelumnya, yang tak pernah aku sangka Bagas akan mengatakan itu. Baru kemaren rasanya ia mengatakan bahwa ia sangat mencintai dan ingin hidup bersama selamanya, namun semunya lenyap dan menjadi sebuah kenangan.
Bel berbunyi menunjukkan mata pelajaran akan dimulai, pelajaran pertama hari ini adalah akuntansi. Bu ana datang agak terlambat. Tapi begitu pelajaran dimulai, otakku mulai memprogram data tentang perusahaan dagang meski terkadang loading tapi setidaknya aku bisa sedikit menguasai dan menyimpannya dalam memori otakku bahkan aku lupa kalau hari ini aku sedang ada masalah. Hari ini aku tak begitu lapar, sehingga kuputuskan untuk tetap di dalam kelas.
“ke kantin yuk din” ajak arfan padaku
“iya fan duluan” jawabku tanpa menoleh ke arah arfan
Arafan mengerutkan kening, tak biasanya aku begitu. Menyadari ada yang aneh dengan sahabatnya tersebut arfan duduk dan bertanya,
“kau kenapa din, ada masalah?”
“ngak fan aku baik-baik saja”
“tidak biasanya kamu seperti ini, kenapa?” tanya arfan lagi dengan nada cemas
“percayalah aku baik-baik saja, katanya kamu mau ke kantin di tunggu muslim tuh” kataku mengalikan pembicaraan
“beneran kamu gak ikut?” sekali lagi arfan menawarkan sebuah ajakan padaku
“iya pergilah” jawabku meyakinkan
Kemudian arfan meninggalkanku dan menghampiri muslim yang sejak tadi menunggunya
“yok” kata arfan pada muslim
“dinda gak ikut?” tanya muslim sambil berjalan mengikuti arfan
“tidak” jawab arfan singkat
Aku yang masih di tempat dudukku mengeluarkan buku diary yang selalu aku bawa kemana-mana. Kutulis semua kegundahan hatiku pada buku tersebut.

Semuanya berawal pada malam itu. Malam dimana bagas mendapatiku sedang berduaan dengan Arfan di sebuah caffe. Aku dan arfan memang sangat dekat, kemanapun kami selalu bersama. Banyak yang mengira kami menjalin sebuah hubungan namun semua itu salah, kami hanya sebatas teman. Ya hanya sekedar teman.
"kamu dimana din?" tanya bagas saat itu lewat via whatsapp
"di kost, nugas bareng ayu" jawabku berbohong
"jangan keluar malem"
"iya sayang"
Awalnya chat kami baik-baik saja, seperti biasanya. Namun setelah beberapa pesan bagas mengirim sebuah foto dan betapa terkejutnya aku melihat foto itu, fotoku dan arfan di cafe itu.
Dimana bagas sebenarnya, apakah dia melihat semuanya? Sejak kapan ia berada disini?  Seribu pertanyaan muncul di kepalaku,  aku gelisah, yang tadinya aku ceria dan banyak tertawa seketika diam membisu. Dan arfanpun menyadari perubahanku, ia langsung bertanya
"ada apa din?"
"tidak" jawabku singkat
Arfan kembali menonton bola yang ia lihat di YouTube. Sejak sampai di sini arfan langsung menanyakan password Wi-Fi pada pelayan disitu dan menonton YouTube. Maklum anak kost mana punya paket data lebih.
"sejak kapan kau pintar berbohong" lanjut bagas dalam chatnya
"maaf"
"sudah ke berapa kalinya kamu membohongiku din"
"aku tau aku salah, maafkan aku"
Hanya di lihat, bagas tidak menjawab pesanku.
Aku pasrah, hatiku bimbang, ntahlah setelah ini apakah hubunganku denga bagas akan tetap baik atau tidak. Aku akan terima apapun keputusan bagas nanti.
Arfan mengantarkanku sampai di pintu gerbang. Aku langsung masuk tanpa membalas salam arfan. Langsung aku masuk dalam kamar, kudapati ayu sedang fokus dengan laptopnya entah tugas apa yang sedang ia kerjakan aku tidak tau karena memang aku dengannya beda jurusan.
"sama bagas apa arfan?" tanya ayu, karena dia tau tiap aku keluar pasti dengan mereka
"arfan" jawabku singkat
"kenapa, tugasnya belum kelar?" tanya ayu lagi tanpa menoleh ke arahku, tatapannya masih saja tertuju pada laptop nya.
"iya" jawabku lagi,
Awalnya tadi aku mau curhat sama ayu, karena ayu sekarang masih sibuk dengan tugasnya aku urungkan niatku tadi, gak enak juga kalau aku mengganggunya malam ini.
Hp ku berbunyi, terdapat sebuah pesan dari arfan di layar kacanya, kulihat pesan tersebut yang berisi
"kamu kenapa, ada masalah dengan bagas?"
"iya"
"lalu kenapa kamu gak cerita tadi, aku ini sahabatmu"
"aku belum siap untuk cerita"
"setidaknya kamu jangan lampiaskan amarahmu padaku, iya aku faham kamu lagi ada masalah, manun jangan sampai orang lain jadi korbannya"
Ada sedikit sesal setelah membaca pesan itu, sesal karna tadi ku lampiaskan semuanya pada arfan. Tapi apalah daya semuanya sudah terjadi dan aku hanya bisa menyesal. Tidak ku balasa pesan dari arfan dan aku pergi ke kamar mandi untuk berwuduk dan segera tidur.
Hari terus berlalu, waktu terus berjalan. Sudah hampir 3 tahun aku menjalin hubungan dengan bagas. Tapi masalah ini tak kunjung usai, bagas masih manyimpan amarahnya untukku. Aku gelisah menanti keputusan apa yang akan bagas ambil. Berat rasanya kalau aku harus berpisah dengan bagas. Dia lelaki yang baik, dia tak pernah menyakitiku, sedikitpun ia tak pernah membiarkan air mataku menyapa pipiku.
Tak ada kabar dari bagas. Satupun tak ada pesan darinya, jangankan pesan lihat story ku saja sudah tidak lagi. Terus aku menunggu bersama rindu yang terus mengiba, rindu akan ucapan selamat paginya, perhatiannya, bahkan sebuah mimpi yang kita rajut bersama saat sedang tidak ada topik pembicaraan. Aku berharap setiap hari, setiap waktu, setiap saat pesan yang masuk bernama bagas namun semuanya hanyalah semu. Pesan yang ku tunggu tak kunjung datang.
"hari ini kita presentasi" kata arfan padaku, memang kebetulan aku satu kelompok dengannya
"aku tidak ada persiapan"
"ini baca sebentar" kata arfan sambil menyodorkan sebuah kertas padaku
Ku ambil kertas yang disodorkan arfan, kulihat sekilas lalu kuletakkan di atas meja
"kau tak ingin belajar din? " tanya arfan lembut
"males fan" jawabku singkat
5 menit kemudian pak dodit datang memberi salam lalu mempersilahkan kelompok yang bagian presentasi. Presentasi dimulai, suasana kelas agak sedikit tenang walau masih ada beberapa siswa yang sibuk dengan hp nya bahkan bercerita dengan teman sebangkunya. Moderator membuka presentasi kelompokku, secara bergantian kami menyampaikan materi yang telah kami buat dalam bentuk makalah.
Setelah jam pelajaran berakhir seperti biasa arfan dan muslim mengajakku ke kantin bahkan rian juga ikut membujukku supaya ikut dengan mereka. Dengan hati yang masih bad mood ku langkahkan kaki mengiringi tiga cowok tersebut. Sesampainya disana ku dapati bagas sedang makan dengan teman kelasnya, tak ada tegur sapa di anatara kita hanya mata yang terus saja saling memandang, ada rindu dalam hati ini. Terbesit dalam fikiranku untuk menghampiri dan meminta maaf padanya, namun egoku mencegahku melakukannya.
"bagas tuh din" kata muslim sambil menggodaku
"iya" jawabku kalem
"Dia lagi berantem dengan bagas" sambung arfan
"loh kenapa?" tanya muslim dengan nada sedikit kaget
"biasa" kata arfan sambil cengengesan
Ku abaikan semua omongan mereka, aku beranjak ingin meninggalkan mereka semua namun arfan mencegahku dan berkata
"jangan gitu din, sekarang kau mau kemana? Mau pergi meninggalkan kita, simpan egomu untuk kita, hanya karna kau sedang bertengkar dengan bagas kau juga ingin menjauhi kita" kata arfan panjang
"andaikan kau tau fan. Aku dan bagas bertengkar karenamu, karena bagas cemburu padamu" kataku dalam hati.
Aku duduk kembali dan mereka semua berusaha menghiburku dengan guyonan ala mereka, sedikit aku tersenyum. Terbesit dalam fikiranku, beruntungnya aku memiliki mereka.
Aku pulang diantar arfan, kami tak langsung pulang ke kosan, kami pergi kesebuah taman karna tadi aku mengatakan ada hal yang ingin aku bicarakan dengan arfan.
"apa" kata arfan setelah kami duduk di bangku taman itu
"aku tidak tau harus kumulai dari mana"
"katakan semuanya din, bebaskan hatimu dari semua yang terjadi saat ini"
"aku dilema fan, aku tak tau keputusan apa yang harus aku ambil"
"ada apa?"
"bagas tidak menyukai pertemanan kita"
Arfan memandangku dengan perasaan kecewa dan berkata
"lalu bagaimana, apa keputusanmu?" tanya arfan lembut. Aku tau dia pasti kecewa tapi bagaimana lagi aku tak bisa membohongi perasaanku yang sangat mencintai bagas
"ntahlah aku bimbang"
"yakin kau akan menjauhi kita?"
"ntahlah"
"ingat din, sebelum kau mengenal bagas kau lebih dulu mengenal ku dan akrab denganku"
"iya fan, aku tau itu"
"lalu sekarang bagaimana,  fikirkan dulu jangan mengambil keputusan saat marah atau kau akan kecewa nantinya"
"beri aku sedikit masukan fan"
"bukankah kau ego kalau kau meninggalkan kami hanya karena kekasihmu tak menyukai itu, jika dia memang benar mencintaimu dia tak akan pernah melarang sesuatu yang membuatmu bahagia"
"iya fan, ku rasa bukan ide yang baik untuk meninggalkan kalian"
"fikir-fikir dulu din sebelum mengambil keputusan jangan sampai kau menyesal di kemudian hari"
"iya fan akan ku pikirkan nanti"
"apapun keputusanmu pasti aku dukung, walau persahabatan kita yang akan menjadi korban"
Aku hanya tersenyum mendengar kalimat itu, bukankah benar aku akan menjadi orang yang sangat ego jika aku meninggalkan mereka, mereka yang begitu baik padaku, mereka yang selalu memanjaku, mereka yang selalu mengorbankan apapun demi aku, karena memang aku perempuan sendirian dari persabahatan ini.
Oh tuhan, aku benar benar dilema di satu sisi aku sangat mencintai bagas dan tak ingin kehilangannya namun di sisi lain aku juga tak ingin kehilangan sahabat seperti mereka. Bagas terlalu baik untuk ku tinggalkan dan mereka juga terlalu baik untuk ku khianati.
Kepalaku ingin pecah memikirkan semua itu. Ingin aku lenyap seketika, menghilang dari bumi ini hanya untuk menghindari semua kisah yang begitu rumit ini. Aku ingin menangis sekencang kencangnya namun aku malu, aku malu sama ayu, aku malu sama teman teman kosanku. Apa kata mereka nantinya, aku menangis karna cinta.  Oh tidak, itu sangat memalukan.
Malam itu aku dan bagas bertemu, kami bertemu untuk membicarakan masalah hubungan kita. Tak ada kata yang keluar dari mulut kita, kita sama-sama diam dengan waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya aku memulainya dengan sebuah pertanyaan
“benarkah kau akan meninggalkanku gas? Tanyaku pelan
Bagas hanya diam saja, tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Menoleh ke arahku pun tidak.
“maafkan aku gas, aku bukan malaikat, aku manusia yang juga khilaf” rengekku pada bagas
“sudah keberapa kalinya kamu begini din” kata bagas sambil memandangku penuh dengan rasa kecewa.
Aku tak menjawab pertanyaan bagas aku hanya diam air mataku mulai jatuh
“sudahlah din, kurasa cintamu sudah bukan untukku lagi”
“tidak gas, jangan bicara seperti itu aku masih sangat mencintaimu”
“lalu kenapa kau masih sering jalan dengannya?”
“maafkan aku”
"sekarang jawab pertanyaanku, masihkah kau ingin memprtahankan hubungan kita?"
"iya" jawabku cepat.
"maaf din aku belum bisa melupakan semuanya, aku butuh waktu. Mungkin sampai disini saja hubungan kita" kata bagas lagi
Aku terperanjat, kutatap bagas dengan tatapan penuh tanda tanya, aku tak perna menyangka bagas akan mengatakan semua itu.
"benarkah yang kau katakan tadi gas" tanyaku
"iya, lebih baik kita break dulu" kata bagas meyakinkan
Aku tertunduk diam, hatiku hancur. Ingin aku berlari dan mengatakan pada dunia bahwa aku sangat mencintai bagas, sangat mencintai. Air mataku terus saja mengalir bagaikan hujan yang membahasahi bumi. Bagas menoleh ke arahku dan mengusap air mataku
"jangan membuatku semakin terluka dengan air mataku din" kata bagas pelan
Aku tak mampu berkata, masih saja aku menangis. Bagas menarikku dalam pelukannya membiarkan bahunya basah karena air mataku.
"sudahlah din, kita masih bisa berteman kan, semuanya akan tetap sama hanya saja hubungannya saja yang berbeda" kata bagas sambil mengusap kepalaku.
"bolehkah hati ini tetap mencintaiku gas?" tanyaku lirih
"boleh, bahkan sangat boleh" jawab bagas cepat "kau tau din hati ini masih milikmu, aku masih sangat mencintaimu" lanjut bagas
"lalu kenapa kau mengakhiri semua ini gas?"
"aku butuh waktu untuk menenangkan hatiku dan menerima sahabat sahabatmu din, beri aku waktu untuk semua itu"
"baiklah" kataku pelan
"ayo aku antar"
Tanpa kata aku langsung beranjak mengikuti bagas menuju parkiran.
Setelah malam itu hubunganku dengan bagas benar benar berakhir. Bagas masih kecewa, bagas belum bisa memafkan semuanya, aku hanya diam tertunduk pasrah ku usap air mataku dan pergi meninggalkan bagas.
Aku merasa semua ini tak adil bagiku, bukankah tuhan selalu memberi ujian hanya sebatas kemampuan hambanya lalu kenapa hidupku begitu rumit, kisahku begitu menyayat, aku tak mampu. Aku kecewa pada takdir, aku kecewa pada keadaan, aku kecewa pada diriku sendiri. Ah ntahlah, aku tak tau lagi harus ku lanjutkan seperti apa kisah ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporann PLP 1

 LAPORAN INDIVIDU   PELAKSANAAN PLP 1  DI SMAN 1 BLEGA DISUSUN OLEH : Mutmainnah (1734411027) SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2019 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN INDIVIDU PENGENALAN LAPANGAN PERSEKOLAHAN (PLP 1) DI SMAN 1 BLEGA TAHUN PELAJARAN 2018/2019 Oleh Mutmainnah (1734411027)          Bangkalan 15 Februari 2019 Dosen Pembimbing Lapangan Moh. Affaf, M.Si   NIDN : 0721078802 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami dalam penyelesaian laporan PLP 1, sehingga PLP 1 kami selesai dengan baik dan lancar. Dalam PLP 1 kami ini telah kita susun dengan maksimal dengan kerjasama dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kita menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam pembuatan laporan PLP 1 in

Tak Perlu Mendua

Jika kau bosan bersamaku dan berniat mencari yang lain Tak perlu mempertahankan ku dan memutuskan untuk mendua Aku akan pergi dengan suka rela Aku akan pergi Jika benar rasa itu tak lagi milikku Aku akan pergi Jika rindu itu tidak lagi menjadi alasanmu Jangan lagi berdebat Tak perlu kau jadikan pertentengkaran itu sebagai alasanmu untuk mendua